Papua dan Daerah Otonomi Baru (DOB) bukan hanya bagian timur Indonesia secara geografis, melainkan juga wilayah yang menyimpan kekayaan alam dan budaya luar biasa. Dari hutan tropis yang menyimpan aneka hayati endemik, laut yang kaya ikan, tambang yang bernilai tinggi, hingga kearifan lokal yang hidup dalam komunitas adat, semuanya menyatu dalam satu kata: potensi.
Namun, dalam pembangunan nasional, potensi belum otomatis berarti kesejahteraan. Tantangannya terletak pada bagaimana potensi itu diubah menjadi prestasi nyata bagi masyarakat Papua.
Selama beberapa dekade, pembangunan ekonomi di Papua didominasi oleh aktivitas ekstraktif seperti pertambangan dan penangkapan ikan skala besar. Aktivitas ini memang menghasilkan pendapatan, namun sebagian besar nilai tambah dan manfaat ekonominya tidak tinggal di tanah Papua.
Ketimpangan wilayah, minimnya hilirisasi, dan kurangnya pelibatan masyarakat lokal dalam rantai nilai ekonomi menjadikan Papua tetap tertinggal secara ekonomi dibanding wilayah lain di Indonesia.
Dalam konteks inilah, investasi menjadi kunci penting. Namun bukan sembarang investasi—melainkan investasi yang terarah, berkeadilan, dan berorientasi pada transformasi struktural. Investasi yang tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga memberdayakan masyarakat, mengembangkan industri hilir, memperkuat sektor unggulan lokal, serta membuka peluang kerja dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Transformasi ekonomi yang dimaksud bukan hanya soal menambah angka pertumbuhan ekonomi daerah, tetapi juga soal meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua. Untuk mencapainya, dibutuhkan strategi pembangunan yang menjadikan investasi sebagai pengungkit utama, dengan pendekatan yang berpihak pada konteks lokal, kolaboratif, dan berkelanjutan.
Membaca Potensi Nyata di Papua dan DOB
Papua dan Daerah Otonomi Baru (DOB) sesungguhnya tidak kekurangan sumber daya. Sebaliknya, daerah ini justru termasuk wilayah terkaya di Indonesia dalam hal kekayaan alam dan keanekaragaman budaya. Namun, hingga kini, sebagian besar potensi tersebut masih berada dalam bentuk mentah—belum tergarap secara maksimal untuk menciptakan kesejahteraan yang merata.
1. Sumber Daya Alam yang Belum Bernilai Tambah Tinggi
Papua memiliki cadangan tambang tembaga dan emas kelas dunia, kawasan hutan tropis yang luas, serta perairan laut yang melimpah hasil tangkapannya. Namun, sebagian besar kegiatan ekonomi di sektor ini masih bersifat ekstraktif. Hasil alam diambil dan dikirim ke luar daerah dalam bentuk mentah, tanpa proses hilirisasi atau pengolahan lanjutan di wilayah sendiri.
Hal ini menyebabkan Papua kehilangan peluang besar dalam menciptakan lapangan kerja lokal, meningkatkan daya saing ekonomi, dan membangun kapasitas industri dalam negeri. Misalnya, bijih tambang diekspor ke luar negeri atau ke pulau lain untuk diolah, sementara masyarakat Papua tetap berjibaku dengan angka kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur dasar.
2. Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan yang Terabaikan
Padahal, sektor seperti pertanian lokal seperti kopi, sagu, dan keladi, menyimpan potensi besar. Tanah Papua yang subur sangat cocok untuk pertanian organik dan perkebunan dengan nilai jual tinggi. Demikian pula, kekayaan lautnya bisa menjadi andalan ekonomi biru, jika dikelola secara berkelanjutan dan didukung dengan sistem rantai pasok modern.
Sayangnya, petani dan nelayan masih bergelut dengan masalah klasik: keterbatasan akses permodalan, alat produksi yang minim, keterampilan yang belum berkembang, dan pasar yang tidak stabil. Ketika hasil panen atau tangkapan tidak dapat diserap dengan harga layak, maka semangat produksi ikut melemah.
3. Pariwisata yang Belum Terkelola Optimal
Di tengah pesona Danau Sentani, Raja Ampat, Pegunungan Arfak, dan kekayaan budaya lokal, Papua menyimpan potensi ekowisata dan wisata budaya yang luar biasa. Namun, industri pariwisata di wilayah ini masih berkembang lambat. Infrastruktur dasar seperti transportasi, penginapan, hingga sanitasi di banyak titik wisata masih belum memadai. Promosi juga belum dilakukan secara terencana dan masif.
Padahal, dengan pendekatan wisata berkelanjutan dan berbasis komunitas, pariwisata bisa menjadi sektor yang ramah lingkungan sekaligus membuka banyak peluang kerja bagi warga lokal, khususnya generasi muda.
4. Demografi dan Bonus Kependudukan
Selain kekayaan alam, Papua dan DOB juga memiliki bonus demografi kependudukan yang belum tergarap optimal. Populasi usia produktif yang meningkat dapat menjadi kekuatan ekonomi besar jika diarahkan pada sektor-sektor bernilai tambah. Namun, rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan teknis menjadi tantangan utama. Banyak pemuda Papua yang belum memiliki akses ke pelatihan kerja, pendidikan vokasi, atau program inkubasi usaha.
5. Ketimpangan Wilayah dan Kesenjangan Akses
Wilayah Papua sangat luas dan topografinya menantang, dengan banyak daerah pegunungan yang sulit dijangkau. Kondisi ini menciptakan ketimpangan dalam distribusi pembangunan. Wilayah-wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan daerah sering kali tertinggal dalam hal infrastruktur, layanan dasar, dan kegiatan ekonomi. Akibatnya, potensi lokal yang tersebar di daerah-daerah terpencil belum bisa dikembangkan secara efisien dan adil.
Dengan membaca secara jujur potensi dan tantangan ini, kita memahami bahwa Papua dan DOB tidak kekurangan modal alam atau sumber daya manusia. Masalahnya terletak pada bagaimana merancang pendekatan pembangunan yang kontekstual, berpihak, dan memberdayakan. Di sinilah peran investasi yang strategis dan inklusif menjadi sangat penting.